Join

Recent Posts

3/recent/post-list

Mengelola Imajinasi

Kepekaan Imajinasi

Kemampuan imajinasi manusia itu luar biasa. Karena imajinasi itulah kehidupan manusia semakin maju. Pesawat terbang, senjata api, telepon selular, dan apa pun perlengkapan canggih yang diciptakan manusia, semua bermula dari imajinasi. Demikian juga karya seni, termasuk seni sastra, menjadi indah berkat pengembaraan imajinasi penciptanya.

 
Tiap orang memiliki persepsi yang berbeda tentang sesuatu sebagai dasar pengembangan imajinasinya.keluasan persepsi seseorang tentang sesuatu tergantung pula pada keluasan pengalaman dan pengetahuannya. Sebagai contoh, Seorang calon penulis cerpen duduk-duduk di sebuah halte bus kota pada suatu siang, sambil menyimak tingkah polah manusia dan kendaraan yang lalu-lalang di depannya. Di depannya, membentang 2 jalur jalan yang dibatasi oleh pagar pembatas jalan. Tak jauh dari halte itu, ada sebuah jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki. Tapi, tiba-tiba ia melihat seorang pemuda melompati pagar pembatas jalan itu dengan gesit. Padahal di pagar itu terpampang papan pengumuman yang berisi larangan melompati pagar dengan sanksi denda Rp 5.000.000,- atau dipenjara 3 bulan.

Andai saja sang calon penulis itu tertarik dengan peristiwa lompat pagar itu, maka ia mulai berimajinasi tentang pemuda itu. Misalkan Sang pemuda adalah seorang pengangguran yang datang dari sebuah desa yang jauh dari perkotaan, Sudah hampir sebulan mondar-mandir melamar kerja dengan berbekal ijazah SMK, tak satu pun perusahaan yang mau menerimanya. Bukan ia tidak tahu besarnya risiko melompati pagar pembatas jalan itu, namun ia justru sengaja melakukannya agar dilihat polisi dengan harapan ia akan ditangkap dan dijebloskan dalam penjara. Kalau membayar denda Rp 5.000.000,-, jelas ia tidak memiliki uang sejumlah tersebut. Bukankah lebih baik masuk penjara, makan gratis, dan tidak bayar penginapan? Sayang Pak Polisi yang berdiri di pojok jalan itu tidak menghiraukannya, tenang-tenang saja, seperti tidak mau tahu dengan tingkah laku pemuda tersebut.

Masih banyak yang harus digarap sang calon penulis dengan imajinasinya tentang pemuda nekat itu. Barangkali tentang latar belakang kedatangannya ke kota besar, dari desa mana, siapa namanya, selama ini ia tinggal di mana?, dan sebagainya. Nah, imajinasi seorang penulis cerpen memang harus diolah berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang dapat diterima pembaca. Misalnya, mengapa anak muda itu tidak mencopet atau melakukan tindakan kriminal lainnya saja untuk menyambung hidupnya? Walaupun ia mengetahui, resikonya amat berat, yakni mati digebug beramai-ramai atau kemungkinan besar dibakar hidup-hidup.

Imajinasi berkembang memang bermula dari kepekaan terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dan dialamai oleh seorang calon penulis. Tanpa mengasuh kepekaan, mustahil mampu menulis cerita yang baik. Seorang penulis sastra adalah seorang pengamat yang baik, dan tentu saja seorang perekonstruksi cerita, seperti halnya seorang perancang bangunan yang bernilai guna tinggi dan laku dijual. Jadi, singkatnya, penulis cerpen adalah penjual imajinasi yang dirakitnya dari bahan-bahan yang berserakan di lingkungan sekitarnya.*

Mengabdi Pada Imajinasi (Jules Verne)

“Imajinasilah yang membentuk masa depan kita. Imajinasilah yang menuntun kita untuk maju. Tanpa ada bimbingan imajinasi, kita akan terus berada di jaman batu.”ucap JD Watson, ilmuwan AS yang meraih nobel 1962 untuk bidang kedokteran fisiologi, karena berhasil menemukan struktur DNA. Watson secara jujur mengakui, imajinasi yang dimunculkan Jules Verne dalam novel-novelnya membuat dia yakin masih ada sesuatu yang menjanjikan bagi kehidupan masa depan. Siapa Jules Verne yang disebut Watson dengan rasa kagum itu?
Jules Verne adalah nama yang sekian dasawarsa ini disanjung puluhan Ilmuwan. Dia seorang novelis, tapi bukan novelis biasa. Kesustraan dunia menyebut dirinya sebagai Bapak Fiksi Ilmiah, sebutan bagi sesuatu jenis fiksi yang merangkum imajinasi dengan kemungkinan penalaran ilmiah.
Dalam novel-novelnya verne telah “menemukan” bom atom sebelum Einstein, “ merancang “ balon terbang sebelum Zeppelin, mengangankan helicopter dan pesawat terbang sebelum wright. Dia juga telah menggunakan hujan buatan, perang kuman, lampu neon, escalator, gedung pencakar langit, AC, rudal, serta berbagai benda sintesis. Imajinasinya memang luar biasa. Walau semua yang ditulis belum ada pada Zamannya, Verne tak pernah merasa itu hanya sebuah khayalan. Dia yakin kelak akan ada yang dapat mewujudkan imajinasinya itu.
“apa yang aku bayangkan ini, kelak akan ada yang dapat mewujudkannya, “yakinnya.


Mengelola Khayalan

Kalau ditelusuri asal-usulnya khayalan merupakan anak dari imajinasi di mana para orang sukses telah menggunakannya untuk menyelesaikan masalah mulai dari bisnis, profesi, dan lain-lain. Imajinasi adalah kecerdasan yang dianugerahkan dalam bentuk hiburan yang menyenangkan. Dikatakan hiburan karena imajinasi akan membebaskan pikiran dari kebrutalan (unfairness) realitas temporer. Dan mengapa dikatakan kecerdasan, karena dari imajinasilah semua ide kreatif dan gagasan inspiratif berproses pertama kali.
Sebagai anak dari imajinasi berarti kebiasaan mengkhayal tidak perlu diberantas melainkan perlu dibina dan dikelola secara tepat agar tidak menjadi makhluk mental yang liar. Selain itu, kalau kita kembalikan pada fakta kontradiktif di atas, sebenarnya sistem sosial kita hanya menolak khayalan yang liar dan menerima khayalan yang tidak liar. Seperti apakah perbedaan keduanya?

Khayalan Liar

Di antara sekian ciri khas khayalan liar adalah bahwa khayalan liar tidak memiliki hubungan keterkaitan (interconnectedness) antara apa yang kita lakukan di masa lalu, masa sekarang dan masa depan yang kita khayalkan. Umumnya kita mengkhayal tentang suatu wilayah yang sama sekali tidak dipahami oleh pikiran mental. Padahal semestinya khayalan kita berupa penjelasan ideal dari apa yang kita lakukan hari ini atau cita-cita masa lalu yang bagiannya sudah pernah kita sentuh.
Ciri khas berikutnya, khayalan liar tidak memiliki rincian yang jelas (clarity) sehingga khayalan tersebut berisi peristiwa yang terpisah (split) dan tidak memiliki relevansi secara rasional antara peristiwa satu dan lainnya. Khayalan demikian bertentangan dengan hukum alam (sebab-akibat). Padahal kalau kita mengkhayalkan suatu peristiwa ideal, khayalkan juga sebab-sebab yang paling mungkin bisa mengarah untuk menciptakan peristiwa tersebut. Untuk mengkhayal menjadi pebisnis yang sukses, jangan mengkhayalkan jumlah kekayaan semata yang saat ini tidak kita miliki atau mengkhayalkan perilaku fisik yang tampak di luar tetapi khayalkanlah kondisi kualitas software seperti isi pikiran, isi pembicaraan, isi mental, dll.
Rata-rata orang yang telah sukes di bidangnya punya keunikan kualitatif, misalnya percaya diri yang tinggi, gaya berbicara yang meyakinkan, disiplin waktu dan seterusnya. Ciri khas lain, khayalan liar biasanya menggambarkan peristiwa hidup yang "enak-enak" di mana kita pun tidak meyakini sepenuhnya akan terjadi pada diri kita. Atau hanya berupa peristiwa yang terjadi di level "seandainya nanti". Kalau dipukul rata khayalan demikian lebih banyak berisi pengandaian "memiliki". Mestinya kita menghayal tentang hal-hal yang enak dan berisi pengandaian "menjadi". Khayalan untuk memiliki lebih sering tidak mempunyai padanan fisiknya dengan apa yang kita lakukan hari ini. Berbeda kalau kita mengkhayal untuk menjadi. Pasti dapat ditemukan bagian tertentu yang bisa kita lakukan dari mulai sekarang. Kata kunci yang membedakan adalah sekarang versus nanti.

Dampak

Aktivitas khayalan liar di dalam diri sebenarnya telah banyak membuat kita rugi. Kerugian yang sudah pasti adalah waktu dan energi padahal pada saat yang sama ada pilihan lain yang menguntungkan yaitu berpikir, berimajinasi dan bervisualisasi. Perbedaannya hanya karena faktor memilih bidang konsentrasi yang berlokasi di wilayah internal dan sama-sama gratis.
Kerugian berikutnya, kalau apa yang kita khayalkan berisi materi negatif yang menyangkut diri kita atau mengkhayalkan sesuatu terjadi lebih buruk atas orang lain tanpa alasan yang kokoh. Khayalan negatif punya daya tarik lebih kuat dan biasanya tanpa harus repot "to make it happens" sudah muncul apalagi dikhayalkan. Demikian juga dengan khayalan atas orang lain. Tanpa alasan yang jelas bisa jadi apa yang kita khayalkan dapat berbalik menimpa diri kita. Banyak peristiwa atau kiamat kecil yang muncul seakan-akan tanpa sebab, padahal peristiwa itu pernah terlintas dalam khayalan kita yang tidak diingat kapan tanggalnya.

Kerugian lain adalah berupa kualitas mental. Khayalan yang tidak memiliki akses ke sumber kehendak (khayalan memiliki yang enak-enak) bisa membikin orang malas dan lebih parahnya lagi, ketika imajinasi hendak kita gunakan untuk hal-hal yang penting dan bernilai bagi kita, kemampuan tersebut tidak bisa bekerja hanya karena kurang dibiasakan. Analoginya seperti pikiran. Kalau jarang kita pakai untuk menalar tidak berarti makin awet dan kuat tetapi makin rusak/tumpul.

Pengelolaan

Banyak alasan yang membuat manajemen khayalan dibutuhkan. Salah satunya, manajemen itu hanya berfungsi sebatas mengatur pilihan arah konsentrasi dan tidak membutuhkan sesuatu yang tidak kita miliki di samping juga, manajemen tidak akan membuat kita kehilangan apapun. Malah sebaliknya, dengan manajemen ini kita akan mendapatkan keuntungan.
Keuntungan paling besar adalah peristiwa yang kita ciptakan di alam khayalan dapat ditransfer menjadi materi visualisasi kreatif tentang cita-cita yang sudah kita rumuskan dalam tujuan ideal atau visualisasi target aktual. Kalau kita kembalikan ke definisi yang telah disusun para pakar, visualisasi adalah praktek melihat potret masa depan dengan penglihatan imajinasi. Karya besar itu, kata orang, tidak diciptakan langsung secara fisik tetapi dilihat. Apa yang sudah diciptakan orang sebenarnya hanyalah menjalani apa yang sudah dilihat di dalam alam imajinasinya.
Keuntungan lain adalah aktivitasi Otak Kanan dan Otak Kiri secara sadar. Patut kita akui selama ini hampir sebagian besar dari kita telah dicetek oleh kebiasaan menggunakan Otak Kiri mulai dari sistem sosial, sistem pendidikan dan pembelajaran hidup yang kita lakukan. Akibatnya Otak Kanan akan protes. Dampak negatif dari aksi protes tersebut adalah konflik (tabrakan) di tingkat cara kerja otak. Dengan demikian akan memperpanjang proses realisasi atau malah menjadi buyar. Kalau belajar dari kisah orang sukses di manapun berada termasuk dari orang dekat yang kita kenal, umumnya mereka terdidik untuk menggunakan fungsi kedua belahan otak tersebut. Leonardo De Vinci selain seorang seniman besar (artistic) juga seorang yang ahli bidang hitung-menghitung bisnis.
Pertanyaannya sekarang, dari mana kita mulai? Khayalan yang kita gunakan untuk memvisualisasikan tujuan ideal (cita-cita) jelas menuntut upaya merumuskan tujuan hidup seperti yang sudah diajarkan ilmu pengetahuan. Sebagaimana pernah saya jelaskan dalam tulisan yang lalu, acuan merumuskan tujuan hidup bisa menggunakan formula SMART (specific, measurable, attainable, relevant dan timescale). Formula apapun yang kita anut, intinya tujuan hidup yang kita ambil dari percikan / keseluruhan cita-cita saat masih kecil harus dapat direkam / dipotret oleh pikiran secara jelas (apa, bagaimana, kapan, mengapa, dll). Khayalan di sini berfungsi untuk memperjelas dan membuat semakin jelas, mengingat konsentrasi / fokus kita pada tujuan hidup sering terganggu oleh tawaran atau godaan yang kita setujui.
 
Adapun khayalan yang kita gunakan untuk memvisualisasi target aktual (apa yang bisa kita raih) hanya membutuhkan organisasi materi pekerjaan. Khayalan berfungsi untuk meneteskan gagasan atau ide kreatif bagaimana pekerjaan tersebut pada akhirnya diselesaikan. Praktek sering menunjukkan pekerjaan yang diselesaikan dengan gerakan fisik tanpa sentuhan ide hanya selesai dengan pekerjaan (capek, lelah dan membosankan).Robert Kiyosaki, dalam berbagai ceramahnya di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, selalu mengulangi ucapannya bahwa kemakmuran finansial (uang) tidak bersembunyi di dalam pekerjaan tetapi berada di alam gagasan, ide atau inspirasi. Pendapat ini klop dengan ajaran agama yang mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh pintu rizki (uang) diperoleh dari perdagangan. Tentu bukan anjuran menjadi pedagang di pinggir jalan tetapi bagaimana menyentuh pekerjaan dengan gagasan kreatif yang menjadi soko guru untung-rugi perdagangan.

Aplikasi manajemen bagi khayalan menuntut disiplin dan evaluasi. Untuk menaati disiplin dalam bervisualisasi dapat dilakukan di mana saja tanpa mengganggu rutinas. Idealnya, kita perlu memiliki waktu khusus yang telah kita beri label untuk bervisualisasi secara rutin supaya mudah bagi kita untuk mengevalusi keterkaitan antara materi khayalan kemarin dan hari ini.
Mengembalikan Imajinasi
”Imagination is more important than knowledge” (Albert Einstein)

Sudah lama sejak orang mementingkan rasio di atas imajinasi. Bahkan, ada kecenderungan untuk menganggap imajinasi sebagai sesuatu yang negatif, sama dengan takhayul. Yakni, khayalan yang tak karuan juntrungannya, tidak realistis, membuang-buang waktu, dan membuat orang kehilangan rasionalitasnya. Padahal, seperti terungkap dalam kisah semua orang besar, karya-karya agung bermula dari imajinasi. Dengan kata lain, sebelum benar-benar berhasil menjadikan sebuah karya terwujud, orang-orang besar itu pada mulanya adalah pengkhayal-pengkhayal, pemimpi-pemimpi. Sesungguhnya cita-cita pada awalnya mengambil bentuk khayalan-khayalan dan mimpi-mimpi. Khayalan-khayalan dan mimpi-mimpi seperti ini – biasa disebut visi -- yang justru menjadi daya dorong yang tak habis-habisnya, sekaligus pembimbing mengenai jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai cita-cita dan mimpi itu.

Selain sebagai pendahulu perwujudan real karya nyata, imajinasi adalah suatu alat komunikasi. Yakni, untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu, dengan cara membayangkannya sebagai konsep-konsep atau bentuk-bentuk khayali (imagery). Penggunaan simbol-simbol, grafik-grafik, bagan-bagan, metafor-metafor, kisah-kisah nyata, serta mitos-mitos adalah di antara bentuk-bentuk khayali seperti ini. Karena seringkali konsep-konsep abstrak lebih mudah difahami setelah dibayangkan dalam bentuk-bentuk semacam ini. Pada sebagian orang, penggunaan bentuk-bentuk khayali malah menjadi gaya berpikir, belajar, dan berkomunikasi yang dominan. Konon, orang-orang yang cenderung mengunakan otak belahan kanan mereka adalah kelompok orang-orang seperti ini. Termasuk di dalamnya para seniman dan pemikir. Tapi, sedikit atau banyak, setiap orang memerlukan dan menggunakan cara berfikir seperti ini. Kalaupun tidak dominan, berfikir secara imajinatif seperti ini bisa memperkuat konsep-konsep abstrak – baik dalam proses memahami maupun mengingat. Karenanya, pada dasarnya semua orang membutuhkan dan akan amat terbantu dengan imagery.

Karenanya, pengembangan imajinasi sudah seharusnya merupakan salah satu tujuan, sekaligus sarana, bagi, proses belajar-mengajar yang baik, mengingat pengajaran lewat imagery akan dapat mengerahkan semua daya yang dimiliki oleh siswa.

Penulis : D. Daniawan Hasan
Sumber :
1. Harris Effendi Thahar (Annida online)
2. Aulia A Muhammad ( Suara Merdeka.com)
3. Ubaydillah,AN (e-psikologi.com)
Mengelola Imajinasi Mengelola Imajinasi Reviewed by margono on 20.53 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.